Sabtu, 16 Januari 2010

Hanuman Sang Duta Pembawa Pesan Ilahi

Perang antara Rama dan Rahwana hanyalah sebuah sandiwara. Banyak sekali diantara kita yang mengira perang itu hanya dongeng berkala, tetapi kurang lebih 8,000 tahun sebelum Masehi, perang semacam itu memang ada dan harus terjadi, untuk membersihkan bumi ini dari ‘sub-human species’ bentuk kehidupan yang terciptakan karena hubungan seksual antar manusia dan binatang. Apa yang kita sebut raksasa atau ‘demon’ itu merupakan jenis kehidupan yang memang harus dilenyapkan. Bagaimana juga yang dilenyapkan hanyalah “bentuk” atau “wujud” kehidupan tersebut. Jiwa mereka, roh mereka justru mengalami evolusi, peningkatan, dan lahir kembali sebagai manusia. Rahwana berperan sebagai raja para raksasa, sehingga ia mampu mengumpulkan mereka di satu tempat, di medan perang. Lalu datang Sri Rama, dan dalam satu minggu, selesailah pekerjaan itu.

Peringatan Alam sebelum bencana tiba

Yang namanya kebetulan itu memang tidak ada, semuanya merupakan bagian dari cetak-biru yang sudah ditentukan sebelumnya. Namun, kita dapat menentukan cetak-biru baru untuk masa depan kita. Hal ini perlu direnungkan sejenak.

Empat tangan Wisnu dapat dimaknai sebagai peringatan Keberadaan terhadap manusia. Tangan pertama Wisnu dengan telapak tangan terbuka menghadap ke muka dimaknai sedang memberi berkah sekaligus memaafkan. Kesalahan awal manusia dimaafkan-Nya, apabila kita segera taubat. Tangan kedua memegang terompet dari kulit kerang, perbuatan salah yang dilakukan terus menerus, diperingatkan-Nya dengan teguran suara yang keras. Tangan ketiga memegang chakra, Keberadaan masih juga memberi waktu untuk bertaubat. Dan, begitu seseorang masih nekat melakukan kesalahan, maka dia akan dihantam gada Wisnu yang dipegang oleh tangan keempatnya.

Semua tindakan mempunyai akibat masing-masing, akan tetapi sebelum melakukan tindakan yang semakin tidak harmonis dengan alam, kita dingatkan Keberadaan melalui berbagai tahapan peringatan.

Demikian pula dengan kejadian bencana banjir. Ketika masyarakat memotong hutan hanya untuk keperluan rumah tangga, Alam masih memaafkan. Tetapi apabila masyarakat mulai menggunduli hutan, datanglah teguran, sungai yang kotor membawa lumpur akibat bukit yang gundul mulai tererosi. Alam pun menggerakkan lembaga advokasi yang memperingatkan bahayanya menggunduli hutan. Alam masih menunggu agar masyarakat bertobat dengan melakukan reboisasi. Setelah beberapa lama penggundulan hutan berjalan, maka banjir akan datang sebagai hantaman gada dari Alam.

Demikian pula peristiwa Global Warming, Pencairan Es di Kutub, menghijaunya lereng Himalaya yang tadinya selalu diselimuti es, banyaknya badai dan naiknya permukaan air laut, semuanya merupakan peringatan alam. Demikian pula tindakan rekayasa dalam bidang hukum di negara kita yang semakin keterlaluan akan mendapatkan perlakuan yang sama.



Hanuman sebagai ‘Utusan’pembawa peringatan

Hanuman sebagai duta, utusan pembawa peringatan dari Sri Rama. Hanuman ibarat terompet kerang Wisnu sebelum gada sang Wisnu bekerja.

Hanuman dengan kekuatannya dapat terbang menyeberangi lautan sampai di Alengka. Ia melihat Alengka sebagai benteng pertahanan yang kuat sekaligus kota yang dijaga dengan ketat. Ia melihat penduduknya menyanyikan mantra-mantra Weda dan lagu pujian kemenangan kepada Rahwana. Sebagian masyarakat tidak setuju dengan keangkaraan Rahwana, tetapi mereka diam membisu. Hanuman menyamar sebagai monyet kecil dan mencari tempat Dewi Sinta. Hanuman melihat Rahwana merayu Dewi Sinta, akan tetapi Rahwana tidak berhasil.

Setelah Rahwana pergi meninggalkan Dewi Sinta, Hanuman menghampiri Dewi Sinta dan menceritakan maksud kedatangannya. Hanuman menyerahkan cincin milik Rama dan menyarankan agar Dewi Sinta terbang bersamanya ke hadapan Sri Rama, namun Dewi Sinta menolak. Ia paham Sri Rama akan datang ke Alengka untuk menghancurkan adharma. Kemudian Hanuman mohon restu dan pamit kepada Dewi Sinta.

Karena ketahuan pengawal istana, Hanuman dikepung para raksasa . Sambil melarikan diri Hanuman memporak-porandakan taman Asoka di istana Rahwana. Ia membunuh puluhan tentara termasuk prajurit pilihan Rahwana. Akhirnya ia dapat ditangkap Indrajit, putra Rahwana dengan senjata ‘Bramastra’, senjata Brahma. Senjata itu melilit tubuh Hanuman. Ketika Rahwana hendak memberikan hukuman mati kepada Hanuman, Wibisana membela Hanuman agar hukuman bagi Hanuman diringankan, mengingat Hanuman adalah seorang Duta, ‘Utusan’. Seorang ‘Utusan’ yang datang membawa kabar peringatan, agar Rahwana mengembalikan dewi Sinta, atau Sri Rama akan menghancurkan Alengka.

Hanuman hanya dibakar ekornya, akan tetapi dengan ekor terbakar itulah dia melepaskan diri dari bramastra dan membakar sebagian kota Alengka. Bagaimana pun Rahwana tetap tidak mau berubah, dan akan menghadapi datangnya pasukan Sri Rama. Pada akhirnya Rahwana mati bersama kaum raksasa. Demi evolusi manusia, kaum raksasa memang harus mati. Akan tetapi jiwa raksasa tetap terbawa dalam genetik manusia ribuan tahun sesudahnya.

Hanuman adalah pemberi peringatan kepada kaum raksasa dipimpin Rahwana, agar segera sadar dan kembali ke jalan yang benar. Bila Rahwana dan para raksasa sadar, mengembalikan Dewi Sinta, menegakkan kebenaran, meninggalkan adharma, maka kemusnahan raksasa dapat terhindar.

Dunia ini ada karena ada keseimbangan dari dualitas antara Yin dan Yang, Maskulin dan feminin, malam dan siang, dingin dan panas, lembut dan keras, bahkan dharma dan adharma. Akan tetapi kala adharma meraja lela, sehingga terjadi ketidakseimbangan yang nyata, Keberadaan akan menggunakan cara yang belum kita pahami untuk menyeimbangkannya.

Bersyukurlah karena kita telah diberi peran keberadaan yang patut dibanggakan. Siapa yang mau berperan sebagai Rahwana yang serakah dan kalah? Peran Rahwana sungguh sulit. Tidakkah Rahwana tergerak kala melihat Kumbakarna meninggal, melihat para petinggi Alengka meninggal, kenapa masih meneruskan pertarungan yang memusnahkan semua raksasa, padahal dia belum menikmati Dewi Sinta sebagai isterinya?

Rahwana patuh terhadap peran yang diberikan Keberadaan kepadanya. Rahwana dan Kumbakarna adalah inkarnasi kedua dari Jaya dan Wijaya, penjaga Wisnu di istana Vaikuntha, dan karena kesalahannya harus lahir ke dunia sebagai musuh Wisnu. Sebelumnya mereka lahir sebagai Hiranyakasipu danj Hiranyaksa. Dan di zaman Dwapara Yuga lahir sebagai Sisupala dan Dantavakra yang setelah mati, mereka kembali menjadi penjaga istana Vaikuntha.

Berterimakasihlah pada alam semesta bahwa kau diberi peranan yang membawakan pujian banyak orang. Kasihanilah mereka yang kurang beruntung, yang tidak mendapatkan peranan sebaik peranan kamu. Dan, dibalik semua itu sadarilah adanya tangan Sang Dalang yang menentukan setap gerak-gerikmu.

Hanuman juga merupakan pembawa pesan bagi mereka yang hidup tertekan dalam lingkungan penuh kezaliman. Hanuman memberi ketenangan kepada Dewi Sinta, agar bersabar karena adharma akan dikalahkan. Hanuman membawa ‘ayat cincin’ tanda kebesaran Sri Rama agar Dewi Sinta tetap bertahan dalam kebenaran. Akan ada waktunya mulut para raksasa dikunci dan anggota tubuh mereka diminta menyampaikan apa yang telah diperbuatnya. Mereka akan mendapatkan balasan karma yang setimpal.

Bagi Dewi Sinta cincin Sri Rama merupakan surat cinta, surat cinta yang tidak dibaca melalui mata, indera penglihat, tetapi dibaca melaui mata hati. Bagi Dewi Sinta cincin tersebut adalah bisikan hati Sri Rama.

Setiap kitab suci memang merupakan sebuah surat cinta kepadamu lewat para nabi, para avatar, para mesias, dan para Buddha.” Maka, pengajian, paath seperti itu, menjadi doa bagi saya. Karena saat itu terdengar jelas oleh jiwa saya bisikan Dia yang saya cintai.



Latar belakang kehidupan Hanuman

Kera adalah binatang yang mempunyai sifat, terampil, lincah, sederhana, kuat dan patuh terhadap ‘majikan’-nya, hanya saja mereka akan kembali ke sifat asalnya ketika berada dalam kelompoknya. Hanuman bukanlah kera biasa. Dia adalah putra Anjani, seorang ibu berwajah kera yang bertapa puluhan tahun, agar mendapatkan keturunan yang mulia. Anjani adalah saudara perempuan dari Subali dan Sugriwa putra dari Resi Gotama dan ibu Windradi.

Beruntunglah Hanuman yang mendapatkan ‘majikan’, ‘guru’ bijak Sri Rama sehingga dia bisa melepaskan ‘kekeraan’-nya.

Konon Hanuman adalah putra dari Bathara Guru. Kisah para leluhur pun sering dibengkokkan. Bathara Guru, Sang Pendaur Ulang sering dikatakan ‘cluthak’, suka tergiur wanita cantik yang mandi telanjang, atau pun wanita yang sedang bertapa layaknya Anjani di Telaga Madirda. Sebuah konspirasi untuk menjauhkan diri kita dari dongeng wayang yang telah mendarah daging yang sudah manjadi bagian dari budaya kita.

Bathara Guru disimbolkan dengan lingga dan yoni. Segala sesuatu dimulai dengan bertemunya energi Yin dan Yang. Dari sperma dan ovum. Pertemuannya mungkin fisik, tetapi yang memelihara satu sel inti yang berkembang menjadi tubuh sempurna dengan jutaan sel adalah kekuatan alam pendaur ulang. Seorang ayah dan ibu hanya mempersatukan, memfalitasi pertemuan sperma dengan sel telur. Akan tetapi, fasilitas air ketuban, placenta dan perlengkapannya yang menjaga kehidupan sel telur tersebut adalah ciptaan kekuatan alam, kekuatan sang pendaur ulang. Bahkan dalam kloning pun, tetap ada kekuatan misteri yang mengembangbiakkan dan memellihara sel inti. Pembuat kloning mengambil sel hidup, bukan benda mati dan menghidupkannya. Hidup tetap merupakan misteri. Dan Bathara Guru pun penuh misteri.

Anjani memberdayakan unsur angin, Dewa Bayu, dan melahirkan putra bernama Hanuman yang berbulu putih. Konon, pada saat Hanuman masih kecil, ia mengira matahari adalah buah yang bisa dimakan, kemudian terbang ke arahnya dan hendak memakannya. Dewa Indra melihat hal itu dan menjadi cemas dengan keselamatan matahari. Untuk mengantisipasinya, ia melemparkan petir vajra-nya ke arah Hanuman sehingga kera kecil itu jatuh dan menabrak gunung.

Melihat hal itu, Dewa Bayu menjadi ngambek dan berdiam diri. Angin tidak bertiup di bumi, dan semua makhluk di bumi menjadi lemas. Para Dewa pun memohon kepada Bayu agar tidak ngambek. Dewa Bayu menghentikan kemarahannya. Dewa Brahma dan Dewa Indra memberi anugerah bahwa Hanuman sehingga kebal dari segala macam senjata, serta kematian akan datang hanya dengan kehendaknya sendiri. Hanuman menjadi makhluk yang abadi atau ‘Chiranjiwin’.


Pengabdian Hanuman kepada Sri Rama

Dalam menjalankan tugasnya melenyapkan adharma, seorang avatara selalu memerlukan beberapa murid sebagai teman seperjalanan. Yang diajak master adalah para pemain kawakan yang sudah saatnya naik kelas. Dewi Sinta yang hilang diculik hanyalah penyebab awal hancurnya adharma. Bagi Hanuman, semua kejadian yang dialaminya berpuncak pada waktu bertemu Sri Rama. Hanuman merasa tugas yang diberikan Sri Rama kepadanya, bukan untuk kepentingan Sri Rama, tetapi untuk meningkatkan kesadaran dirinya. Semua potensi spiritual yang berada dalam dirinya seakan bangkit setelah bertemu Sri Rama.

Hanuman tidak tertarik pada tahta dan kenyamanan. Hanuman tidak ikut Subali yang menang persaingan memperebutkan tahta terhadap Sugriwa, bahkan Hanuman ikut Sugriwa yang terusir dari istana. Walaupun demikian Hanuman juga tidak bermusuhan dengan Subali, sehingga Hanuman tidak ikut campur dalam perseteruan antara kedua pamannya. Hanuman sudah muak dengan ‘kedunia-kerawian’.

Hanuman telah paham bahwa seseorang lahir dengan sifat genetik tertentu, kemudian sejak kecil dididik orang tua, lingkungan, pendidikan dan pengalaman. Kerangka kebenaran bagi setiap orang akan berbeda. Bahkan kedua pamannya Sugriwa dan Subali yang berseteru mempunyai landasan kebenaran masing-masing. Sugriwa merasa benar, karena sesuai pesan Subali apabila darah putih mengalir dari dalam goa ketika Subali bertarung dengan Raksasa Maesasura, berarti Subali mati dan goa ditutup. Sedangkan Subali merasa benar dan menyalahkan Sugriwa, mengapa setelah itu Sugriwa mengambil hadiah Dewi Tara yang sebenarnya diberikan kepada dia yang membunuh sang raksasa.

Hanuman sudah muak dengan dengan kebenaran duniawi, yang bisa dibelokkan sesuai kepentingan masing-masing pribadi. Konon, kemuakan terhadap keduniawian itulah yang membawa Sri Rama bertemu dengannya. Hanuman sudah siap bertemu dengan seorang Guru.

Hanuman mendengar dari ibunya bahwa paman-pamannya Sugriwa dan Subali pada awalnya adalah anak-anak yang baik. Akan tetapi dalam perjalanan hidupnya, godaan dari luar berupa kenikmatan indera dan godaan dari dalam berupa peningkatan ego sering tak terkendalikan.

Jangan kira sekali terjinakkan hewan di dalam diri menjadi jinak untuk selamanya. Tidak demikian. Hewan-hewan buas nafsu, keserakahan, kebencian, kemunafikan, dan lain sebagainya—termasuk majikan mereka yaitu gugusan pikiran yang kita sebut mind—membutuhkan pengawasan ketat sepanjang hari, sepanjang malam….. sepanjang tahun…..sepanjang hidup.


Guru

Bertemu Sri Rama, Hanuman mulai paham bahwa Sugriwa mencari Tuhan untuk kepentingan duniawi, pembalasan dendam kepada Subali. Hanuman berdoa semoga dalam perjalanan berikutnya Sugriwa semakin meningkat kesadarannya. Hanuman menjadi paham bahwa Jatayu rela mati demi Tuhan dalam menegakkan kebenaran dengan melawan Rahwana yang menculik Dewi Sinta. Hanuman bisa menghayati mengapa Subari menunggu bertemu Tuhan, baru rela mati, demikian pula Raksasa Kabandha.

Hanuman merasa beruntung menemukan Guru, dan dia patuh terhadap perintah Gurunya. Akan tetapi Hanuman paham bahwa sebelum kematian datang menjemputnya, dia harus selalu waspada.

Keberhasilan seseorang tidak dapat dinilai selama ia masih hidup. Bagaimana ia mengakhiri hidupnya itulah yang menentukan keberhasilannya.

Konon seseorang bisa disebut Guru apabila dia mendapatkan pengetahuan langsung dari Keberadaan. Sekadar membaca dan memahami kebenaran dari catatan belum pantas menjadi seorang Guru. Kemudian seorang Guru juga harus pernah menjadi murid, sehingga dia dapat membina muridnya. Sri Rama pernah berguru kepada Resi Vasishtha dan Resi Wiswamitra, sehingga Sri Rama adalah kriteria Guru yang benar.Selanjutnya, Hanuman melepaskan semua pendapat pribadinya dan patuh terhadap Sri Rama. Hanuman telah mencapai ‘one pointedness’, ‘ekagrata’, seluruh kegiatan hidupnya hanya untuk Sri Rama. Hanuman selalu mengingat Sri Rama di setiap waktu, Hanuman selalu berzikir tentang Sri Rama.